Apakah E-Katalog Menyingkirkan Peran Panitia?

1. Pendahuluan

Revolusi digital telah merambah ke setiap aspek tata kelola pemerintahan, termasuk pada proses pengadaan barang dan jasa. Salah satu gebrakan terbesar yang diperkenalkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah Sistem E‑Katalog (Elektronik Katalog), yang dirancang sebagai platform daring bertujuan mempermudah instansi pemerintah dalam memilih dan membeli kebutuhan tanpa harus melakukan lelang terbuka setiap kali ada pengadaan kecil. Seiring dengan semakin populernya E‑Katalog, muncul pertanyaan apakah mekanisme pengadaan ini justru “memarginalkan” peran panitia pengadaan, yang selama puluhan tahun menjadi ujung tombak seleksi, evaluasi, dan penetapan penyedia. Artikel ini akan mengulas secara mendalam apa itu E‑Katalog, bagaimana ia berintegrasi dengan sistem pengadaan konvensional, serta implikasi terhadap peran dan tanggung jawab panitia pengadaan pada berbagai tingkatan.

2. Pengertian E‑Katalog dan Fungsi Utama

Dalam konteks reformasi birokrasi dan modernisasi pengadaan pemerintah, E‑Katalog (Elektronik Katalog) menjadi tonggak penting dalam mewujudkan sistem pengadaan yang lebih transparan, efisien, dan akuntabel. E‑Katalog sendiri merupakan platform daring yang dikembangkan dan dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dengan tujuan utama untuk menyediakan daftar barang dan jasa tertentu yang sudah melalui proses verifikasi, standardisasi, serta penetapan harga yang dapat langsung diakses dan digunakan oleh seluruh instansi pemerintah.

Setiap item dalam E‑Katalog telah ditetapkan spesifikasi teknisnya, harga satuan, nama penyedia, masa garansi, lokasi distribusi, hingga syarat layanan purna jual. Sistem ini menyatukan proses pengadaan kecil hingga menengah yang sebelumnya dilakukan melalui tender sederhana, dengan pendekatan yang lebih sistematis dan berbasis teknologi.

Beberapa fungsi utama dari E‑Katalog dapat dijelaskan secara lebih luas sebagai berikut:

a. Standarisasi Spesifikasi dan Produk

Salah satu masalah klasik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah ketidakteraturan dalam penyusunan spesifikasi teknis yang sering kali tidak seragam antar instansi atau antar proyek, bahkan untuk produk yang identik. Hal ini menimbulkan potensi pemborosan, ketidakpastian kualitas barang, serta ruang untuk manipulasi spesifikasi yang bisa merugikan keuangan negara.

Dengan hadirnya E‑Katalog, spesifikasi produk menjadi terstandar dan disusun berdasarkan masukan dari produsen, asosiasi industri, dan para pengguna teknis. Misalnya, produk seperti laptop, printer, kendaraan dinas, hingga AC split, memiliki parameter teknis baku seperti RAM minimum, prosesor, daya listrik, atau kapasitas pendingin. Sehingga, pejabat pengadaan tidak perlu lagi merancang ulang dokumen teknis dari nol.

b. Efisiensi Waktu dan Biaya

Sebelum adanya E‑Katalog, proses pengadaan barang sekecil apapun harus melalui tahapan administratif yang rumit, seperti penyusunan dokumen lelang, pengumuman, masa sanggah, evaluasi penawaran, hingga penetapan pemenang. Prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan biaya operasional, belum termasuk risiko gagal lelang yang menyebabkan keterlambatan proyek.

Dengan E‑Katalog, pengadaan bisa dilakukan secara langsung hanya dalam hitungan hari. Pejabat cukup memilih barang atau jasa sesuai spesifikasi, memilih penyedia, melakukan pemesanan elektronik, dan menerima barang sesuai jadwal. Proses ini disebut e‑purchasing, dan kini menjadi metode utama untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai tertentu yang tersedia dalam katalog.

c. Transparansi dan Akuntabilitas

Harga satuan yang dicantumkan dalam E‑Katalog telah melalui proses negosiasi antara LKPP dan penyedia, kemudian dipublikasikan secara terbuka. Setiap instansi pemerintah, pengawas internal (APIP), auditor BPK, hingga masyarakat umum bisa mengakses harga dan identitas penyedia yang tercantum dalam sistem. Hal ini menjadikan proses pengadaan lebih terbuka dan dapat diawasi oleh publik, mengurangi potensi praktik koruptif, penggelembungan harga (mark-up), serta kolusi dalam pemilihan penyedia.

d. Kemudahan Akses dan Integrasi Lintas Sistem

E‑Katalog dapat diakses 24 jam melalui internet, baik oleh pengguna instansi pemerintah maupun penyedia. Hal ini memberikan kemudahan akses bagi satuan kerja (satker) yang berada di daerah terpencil sekalipun, selama mereka memiliki koneksi jaringan. Selain itu, sistem ini terintegrasi dengan LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), e‑Budgeting, dan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), sehingga memudahkan pencocokan antara rencana pengadaan, anggaran yang tersedia, dan realisasi belanja.

Fungsi-fungsi utama ini secara keseluruhan menjadikan E‑Katalog sebagai pusat data (single source of truth) dalam ekosistem pengadaan pemerintah, yang tidak hanya menyederhanakan proses administratif, tetapi juga memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional.

3. Peran Panitia Pengadaan Tradisional

Sebelum kehadiran sistem elektronik seperti E‑Katalog, proses pengadaan barang/jasa pemerintah sepenuhnya bergantung pada Panitia Pengadaan atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan. Pokja merupakan tim fungsional yang dibentuk oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan memiliki kewenangan penuh dalam melaksanakan seluruh rangkaian proses pengadaan.

Peran Pokja sangat sentral, karena mereka menjadi ujung tombak dalam memastikan bahwa pengadaan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel sebagaimana diatur dalam Perpres 16 Tahun 2018.

Berikut adalah penjabaran mendalam atas tanggung jawab Pokja secara tradisional:

a. Penyusunan Dokumen Pemilihan

Dokumen pemilihan seperti Kerangka Acuan Kerja (KAK), Rencana Kerja dan Syarat (RKS), dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) menjadi fondasi dari proses lelang. Pokja harus memastikan bahwa dokumen tersebut disusun secara cermat, obyektif, dan sesuai dengan kebutuhan pengguna akhir. Kesalahan dalam merumuskan spesifikasi atau memperkirakan HPS dapat berakibat pada ketidaksesuaian hasil pengadaan dengan tujuan awal.

b. Evaluasi Teknis dan Harga

Evaluasi dalam pengadaan konvensional adalah proses kompleks yang melibatkan analisis dokumen penawaran dari segi teknis, kualifikasi, dan keuangan. Pokja wajib menerapkan metode evaluasi yang sesuai, seperti sistem gugur, sistem nilai, atau dua sampul. Mereka juga harus mampu membedakan antara penawaran yang realistis dan yang berpotensi mengandung risiko rendah mutu.

c. Monitoring Proses Lelang

Pokja juga menjadi pelaksana teknis untuk seluruh proses administrasi tender, mulai dari menetapkan jadwal pengadaan, menerima dan membuka dokumen penawaran, hingga menyusun berita acara hasil evaluasi dan menetapkan pemenang. Selain itu, Pokja juga bertanggung jawab dalam menanggapi sanggahan yang diajukan oleh peserta lelang, yang memerlukan pemahaman yang dalam terhadap regulasi dan dokumentasi.

d. Menjaga Kepatuhan Regulasi

Seluruh kegiatan pengadaan harus mengacu pada regulasi nasional (Perpres 16/2018), peraturan LKPP, serta ketentuan teknis sektoral. Pokja menjadi penjaga garda depan dalam memastikan tidak terjadi penyimpangan, baik dari sisi prosedural maupun substansi, agar proses pengadaan tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.

Pokja memiliki fungsi strategis, bukan hanya teknis. Dalam banyak kasus, terutama pada proyek bernilai besar atau yang berdampak langsung pada layanan publik (misalnya pengadaan alat kesehatan, jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya), peran Pokja menjadi penentu keberhasilan pengadaan, dan juga keberhasilan implementasi program.

4. Integrasi E‑Katalog dalam Proses Pengadaan

Meskipun E‑Katalog kini menjadi sarana utama pengadaan barang/jasa dengan nilai tertentu, perlu ditekankan bahwa sistem ini tidak serta merta menghapus peran Pokja, melainkan justru menyederhanakan tugas teknis administratif agar Pokja dapat lebih fokus pada fungsi pengawasan dan strategi pengadaan.

Integrasi E‑Katalog ke dalam proses pengadaan dilakukan secara bertahap, melalui pendekatan sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan Pengadaan

Dalam tahap ini, Pokja atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama dengan pengguna barang/jasa menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP). Jika ditemukan bahwa kebutuhan barang atau jasa tersedia dalam E‑Katalog, maka proses perencanaan tidak perlu lagi mencakup penyusunan spesifikasi teknis secara manual.

Harga yang tertera di E‑Katalog dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan hal ini mempermudah penyusunan anggaran. Dengan demikian, E‑Katalog berfungsi sebagai referensi awal dalam penyusunan perencanaan anggaran yang akurat dan efisien.

b. Tahap Pemesanan dan Verifikasi

Pemesanan barang/jasa melalui E‑Katalog dilakukan dengan sistem e‑purchasing. Pejabat pengadaan akan memilih barang sesuai dengan kebutuhan, kemudian memilih penyedia yang paling sesuai berdasarkan lokasi, harga, dan kapasitas stok. Pokja, meskipun tidak lagi menyusun dokumen pemilihan, tetap memiliki peran penting dalam verifikasi legalitas dan validitas dokumen penyedia, seperti NPWP, SPT tahunan, perizinan usaha, serta pengalaman teknis.

Proses ini membantu memastikan bahwa penyedia yang terpilih memang layak secara hukum dan teknis, serta memiliki rekam jejak yang baik dalam sistem pengadaan pemerintah.

c. Tahap Monitoring, Pengiriman, dan Pembayaran

Setelah proses pemesanan dilakukan, sistem akan mencatat seluruh aktivitas secara digital, termasuk waktu pemesanan, durasi pengiriman, hingga status pembayaran. Pokja atau PPK dapat memonitor realisasi pengiriman barang dan memverifikasi bahwa spesifikasi produk sesuai dengan yang tercantum dalam katalog.

Salah satu keunggulan besar dalam integrasi ini adalah munculnya faktur elektronik dan dokumen pembayaran otomatis yang mempercepat proses pencairan dana. Sistem juga otomatis terkoneksi dengan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) di sistem keuangan daerah maupun pusat, memperkuat akuntabilitas dan mengurangi risiko keterlambatan pembayaran.

d. Peran Baru: Penguatan Verifikasi dan Kontrol Mutu

Dengan proses teknis pengadaan menjadi lebih ringan, Pokja kini dapat memfokuskan energi pada verifikasi mutu barang/jasa, mengevaluasi kinerja penyedia, dan memberikan masukan terhadap update katalog. Hal ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa E‑Katalog tetap relevan dengan kebutuhan pengguna dan adaptif terhadap perubahan teknologi atau spesifikasi di lapangan.

5. Dampak E-Katalog terhadap Peran Panitia

Transformasi pengadaan barang/jasa melalui sistem E-Katalog memberikan dampak signifikan terhadap struktur kerja dan posisi strategis Panitia Pengadaan atau Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja). Jika dulu panitia berada di jantung proses pemilihan penyedia, kini banyak fungsi teknis mereka yang digantikan oleh sistem otomatisasi. Namun, hal ini tidak berarti panitia kehilangan fungsi sepenuhnya. Yang terjadi adalah perubahan bentuk peran, dari pelaksana teknis menjadi pengendali mutu dan pengawas strategis.

a. Reduksi Beban Administrasi

Salah satu perubahan paling nyata adalah berkurangnya beban administratif pada panitia. Dalam proses konvensional, Pokja harus menyusun dokumen pemilihan secara menyeluruh-mulai dari menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK), menyusun Rencana Kerja dan Syarat (RKS), hingga menghitung Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan survey harga pasar. Semua ini memakan waktu panjang dan menimbulkan beban dokumentasi yang berat.

Dengan hadirnya E-Katalog, mayoritas item pengadaan kecil hingga menengah kini sudah tersedia dalam sistem dengan spesifikasi dan harga baku. Artinya, panitia tidak perlu lagi menyusun dokumen pemilihan dari nol, karena informasi yang dibutuhkan sudah tersedia dan bisa langsung digunakan. Evaluasi teknis pun menjadi lebih ringan, bahkan pada beberapa skenario, sudah tidak lagi diperlukan karena produk yang ditawarkan telah distandarisasi oleh LKPP. Hal ini memberi ruang kepada panitia untuk mengalihkan fokus pada aspek yang lebih strategis.

b. Pengalihan Fokus ke Pengawasan

Seiring turunnya beban administratif, fokus kerja panitia beralih ke pengawasan dan pengendalian mutu, termasuk memantau ketepatan pengiriman barang, kesesuaian spesifikasi saat realisasi, serta kepatuhan penyedia dalam aspek administratif dan legal. Peran panitia dalam tahapan pasca-pemesanan menjadi lebih penting daripada sebelum transaksi dilakukan.

Panitia juga berperan sebagai penghubung antara penyedia dan pengguna akhir, memastikan bahwa barang yang dikirim tidak hanya sesuai di atas kertas, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan. Dalam konteks ini, peran strategis panitia bergeser dari “pemilih penyedia” menjadi “penjamin mutu layanan pengadaan.”

c. Perluasan Kompetensi

Transformasi digital dalam pengadaan menuntut panitia untuk meningkatkan kompetensi lintas disiplin. Tidak lagi cukup hanya memahami aturan pengadaan atau prinsip evaluasi teknis; panitia kini perlu menguasai aspek-aspek baru seperti:

  • Audit kualitas dan uji fungsi barang
  • Pemanfaatan data katalog untuk analisis pasar
  • Manajemen kontrak jangka panjang
  • Kecakapan teknologi informasi dan sistem pengadaan elektronik

Tanpa perlu menyusun spesifikasi teknis dari nol, panitia harus tetap mampu menilai performa penyedia, menganalisis kesesuaian produk katalog dengan kebutuhan organisasi, dan mengantisipasi apabila terjadi anomali sistem.

d. Risiko Pengurangan Peran Strategis

Meskipun E-Katalog membawa banyak efisiensi, muncul kekhawatiran bahwa panitia akan tergeser menjadi sekadar pelengkap administratif, hanya menandatangani dokumen pesanan dan memastikan alur sistem berjalan. Dalam pengadaan yang kompleks-misalnya proyek berbasis teknologi tinggi, riset, atau konstruksi multi-tahun-E-Katalog tidak selalu dapat mengakomodasi semua kebutuhan secara holistik.

Dalam kasus-kasus seperti ini, panitia tetap dibutuhkan untuk menilai kualitas inovasi, mempertimbangkan risiko pelaksanaan, mengevaluasi komponen pekerjaan non-standar, dan melakukan negosiasi harga atau bundling layanan tambahan. Oleh karena itu, meskipun peran panitia berubah, namun kebutuhan atas pemikiran strategis, analisis risiko, dan pengendalian mutu tetap tidak tergantikan oleh sistem otomatisasi seperti E-Katalog.

6. Tantangan dan Solusi Peran Panitia di Era E-Katalog

Walaupun E-Katalog telah membawa banyak manfaat dari sisi efisiensi dan transparansi, perubahan sistem ini juga membawa tantangan baru bagi panitia. Tantangan ini mencakup aspek teknis, kompetensi, kelembagaan, hingga penerimaan psikologis di kalangan pelaku pengadaan. Berikut adalah beberapa tantangan utama yang dihadapi dan solusi strategis untuk mengatasinya.

6.1. Tantangan Kompetensi Teknis

Panitia yang selama ini terbiasa bekerja secara manual dengan pendekatan tender tradisional sering kali kesulitan beradaptasi dengan format digital E-Katalog. Mereka dihadapkan pada kebutuhan untuk memahami standar katalog, membaca data sistem, serta mengevaluasi vendor berdasarkan informasi elektronik.

Solusi dari tantangan ini adalah pelatihan berkelanjutan, baik secara klasikal maupun daring. LKPP bersama ULP daerah dapat menyediakan modul e-learning, simulasi e-purchasing, dan bimbingan teknis berkala agar panitia dapat bertransisi dari pendekatan konvensional ke pendekatan digital dengan lancar.

6.2. Tantangan Kepercayaan Internal

Dalam beberapa instansi, muncul resistensi internal karena dianggap bahwa sistem baru “mengambil alih” tanggung jawab panitia. Perasaan kehilangan kontrol dan berkurangnya kewenangan bisa menimbulkan ketidaknyamanan serta penurunan semangat kerja.

Untuk mengatasi ini, diperlukan pendekatan komunikatif dan partisipatif. Direksi pengadaan perlu menyelenggarakan workshop kolaboratif, di mana peran baru panitia dijelaskan secara terbuka, dilibatkan dalam desain ulang SOP, dan disimulasikan skenario ideal penggunaan E-Katalog. Forum diskusi antar instansi juga penting agar panitia dari berbagai daerah dapat berbagi pengalaman sukses dan saling memberi masukan.

6.3. Tantangan Kelembagaan dan Regulasi

Kebijakan yang berubah cepat, seperti penyesuaian batas nilai pengadaan melalui katalog, atau kewajiban penggunaan katalog lokal, memerlukan penyesuaian struktur kerja dan prosedur operasional di tingkat daerah. Panitia sering kali belum mendapatkan pembaruan SOP atau arahan resmi dalam waktu yang memadai.

Solusinya adalah penetapan kebijakan transisi yang jelas. Direksi pengadaan perlu merancang roadmap integrasi E-Katalog lengkap dengan timeline, penyesuaian organisasi, dan alur tanggung jawab baru. Pendampingan dari LKPP dan Biro Organisasi juga diperlukan agar perubahan tidak membuat kebingungan internal.

6.4. Tantangan Teknis Sistem

Tidak jarang sistem E-Katalog mengalami kendala teknis, seperti downtime, keterlambatan update data, kelangkaan penyedia di wilayah tertentu, atau inkonsistensi spesifikasi barang. Jika tidak disikapi dengan benar, hal ini bisa menghambat proses pengadaan atau menimbulkan pemborosan.

Untuk mengatasi tantangan ini, panitia perlu menyiapkan mekanisme fallback, seperti mengaktifkan kembali tender sederhana atau melakukan direct appointment dalam kondisi darurat, sesuai koridor hukum. LKPP juga harus menyediakan sistem notifikasi untuk update real-time agar panitia dapat menyesuaikan rencana kerja dengan cepat.

6.5. Tantangan Integrasi Lintas Sistem

E-Katalog bekerja berdampingan dengan berbagai sistem lain: LPSE, e-Budgeting, e-Monev, e-Kontrak, hingga SP2D. Jika integrasi antar sistem tidak mulus-misalnya karena API yang belum sinkron atau format data yang berbeda-maka panitia akan menghadapi kesulitan dalam pelaporan dan pelacakan progres.

Solusinya adalah koordinasi lintas unit, terutama antara tim IT daerah, penyedia software, dan tim LKPP pusat. Pemutakhiran data, patch sistem, serta pelatihan penggunaan antar platform perlu dijadwalkan secara berkala agar ekosistem digital pengadaan benar-benar terintegrasi secara menyeluruh.

7. Rekomendasi Penguatan Peran Panitia

Agar E-Katalog tidak dianggap sebagai “penghapus” peran panitia, tetapi sebaliknya menjadi alat pemberdayaan panitia untuk bekerja lebih strategis, maka sejumlah langkah penguatan perlu dilakukan secara sistematis dan terencana.

a. Peningkatan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi (Monev)

Panitia perlu dibekali kemampuan untuk melakukan monitoring pasca-pengadaan. Tugas ini mencakup menilai kualitas barang yang diterima, mencatat kepuasan pengguna, mengidentifikasi masalah pengiriman, hingga merekomendasikan evaluasi terhadap penyedia yang sering gagal memenuhi kewajiban. Hasil evaluasi ini bisa digunakan sebagai masukan ke LKPP dalam proses update katalog atau pencabutan penyedia yang bermasalah.

b. Penegasan Fungsi Negosiasi dan Kontrak Tambahan

Harga dalam E-Katalog bersifat tetap, namun hal ini tidak menutup ruang negosiasi tambahan terkait hal-hal non-harga. Panitia bisa mendorong negosiasi terkait:

  • Waktu pengiriman lebih cepat
  • Masa garansi lebih panjang
  • Bonus layanan instalasi
  • Pelatihan penggunaan
  • Skema bundling pembelian besar

Dengan demikian, panitia tetap berperan sebagai pihak yang memaksimalkan nilai guna pengadaan di luar aspek harga nominal.

c. Penguatan Audit Internal dan Transparansi

Untuk memastikan bahwa pengadaan melalui E-Katalog tetap akuntabel, perlu dibentuk Satuan Tugas Audit E-Katalog di tingkat instansi atau daerah. Satgas ini dapat terdiri dari unsur APIP, Inspektorat, dan unsur pengawasan internal lainnya, yang bertugas melakukan:

  • Audit acak terhadap pemesanan
  • Pemeriksaan harga pembanding
  • Peninjauan histori penyedia
  • Audit kesesuaian spesifikasi dan pengiriman

Tujuan dari audit ini adalah menciptakan budaya pengawasan digital yang tetap manusiawi, dengan titik tekan pada koreksi sistem, bukan hanya kesalahan individu.

d. Kolaborasi Multistakeholder dan Dialog Berkala

Panitia perlu dijadikan bagian dari dialog pengembangan sistem. Oleh karena itu, perlu diselenggarakan forum bulanan atau triwulan yang mempertemukan Pokja, PPK, bagian keuangan, tim IT, serta perwakilan penyedia. Forum ini bisa menjadi ruang diskusi untuk:

  • Evaluasi performa penyedia
  • Saran terhadap katalog yang tidak update
  • Usulan produk baru
  • Pembahasan masalah teknis sistem

Kehadiran panitia dalam forum ini menunjukkan bahwa mereka tetap menjadi aktor kunci dalam manajemen layanan pengadaan publik.

e. Inovasi Pengadaan Khusus: Skema “E-Katalog Plus”

Untuk kebutuhan tertentu yang sangat spesifik, panitia dapat menyusun model pengadaan hybrid, yaitu “E-Katalog Plus”, di mana item standar tetap diambil dari katalog, namun disertai dengan komponen tambahan (customized) yang tidak tersedia dalam sistem. Paket seperti ini tetap melalui proses lelang, namun dengan benchmark harga dari katalog, sehingga efisiensi dan fleksibilitas tetap terjaga.

Skema ini ideal untuk pengadaan yang kompleks seperti:

  • Smart city platform
  • Sistem laboratorium terpadu
  • Paket peralatan penelitian
  • Software dengan lisensi khusus

Dengan inovasi seperti ini, panitia tetap memiliki ruang strategis, sekaligus mendukung sistem E-Katalog sebagai pilar utama pengadaan modern.

8. Kesimpulan

E‑Katalog nyatanya bukan alat yang menyingkirkan peran panitia, melainkan memperluas ruang gerak mereka dari sekadar penyusun dokumen teknis menjadi agen kontrol kualitas, negosiator nilai tambah, dan analis risiko. Dengan memanfaatkan E‑Katalog untuk paket berkategori standar, panitia dapat mengalokasikan waktu dan sumber daya lebih banyak pada tugas strategis seperti audit, evaluasi pasca-pengadaan, dan inovasi kontrak. Tantangan terkait kompetensi, regulasi, dan teknis sistem harus diantisipasi melalui pelatihan, penyusunan SOP, serta kolaborasi lintas organisasi. Pada akhirnya, sinergi antara kekuatan E‑Katalog-dari sisi efisiensi dan transparansi-dengan kearifan panitia pengadaan akan menghasilkan tata kelola pengadaan barang/jasa yang lebih profesional, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan publik.

Loading