Peran BPN dalam Menjaga Kepastian Hukum Pertanahan

Pendahuluan

Badan Pertanahan Nasional (BPN) -atau instansi pertanahan di tingkat daerah-memiliki posisi sentral dalam tata kelola tanah dan penegakan kepastian hukum pertanahan. Kepastian hukum atas hak atas tanah menjadi dasar bagi investasi, pembangunan infrastruktur, perlindungan hak masyarakat, serta penyelesaian sengketa terdampak pembangunan. Ketika hak tanah jelas dan tercatat, pasar tanah berjalan lebih efisien, kredit perbankan dapat disalurkan dengan jaminan yang sah, dan konflik sosial dapat diminimalkan.

Artikel ini menguraikan peran BPN secara komprehensif: landasan hukum dan mandat kelembagaan; proses pendaftaran dan sertifikasi tanah; fungsi pemetaan kadastral dan penggunaan teknologi; pencatatan hak serta administrasi transaksi; perlindungan hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa; keterlibatan BPN dalam perencanaan ruang dan pengadaan tanah untuk kepentingan publik; pengawasan untuk mencegah praktik ilegal (mafia tanah); serta tantangan dan rekomendasi kebijakan. Tujuannya memberi gambaran terstruktur dan praktis bagaimana BPN bekerja untuk menjaga kepastian hukum pertanahan-dari level desa hingga nasional-dan langkah apa yang dapat dilakukan untuk memperkuat peran itu agar manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas.

1. Landasan Hukum dan Mandat Kelembagaan BPN

Memahami peran BPN membutuhkan pemahaman ringkas tentang landasan hukum dan struktur kelembagaan yang memberi kewenangan. Secara umum, regulasi pertanahan mencakup undang-undang pokok tentang agraria, peraturan pelaksana, dan berbagai aturan teknis yang mengatur tata cara pendaftaran, peta kadastral, pengukuran, sertifikasi, hingga mekanisme penyelesaian sengketa. BPN sebagai pelaksana fungsi administrasi pertanahan diberi mandat untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah, penerbitan sertifikat hak, pemeliharaan peta dan register tanah, serta pengaturan teknis pengukuran dan pemetaan.

Kewenangan BPN mencakup dua domain utama:

  1. Aspek teknis -pengukuran bidang, kadastral mapping, database peta, dan pemeliharaan peta dasar; dan
  2. Aspek administratif/hukum -penerbitan sertifikat, pendaftaran hak, balik nama, pemindahan hak karena jual beli, hibah, waris, atau pemindahtanganan lain.

Dalam praktiknya, BPN juga bertugas melakukan verifikasi dokumen, menilai bukti kepemilikan, dan memformalkan riwayat hak melalui pencatatan yang bisa menjadi alat bukti hukum.

Kelembagaan BPN terhubung dengan lembaga lain: kantor catatan sipil, dinas tata ruang, kementerian/OPD teknis, peradilan, serta aparat penegak hukum. Hubungan ini penting karena penegakan kepastian hukum pertanahan memerlukan sinkronisasi data-misalnya peta penggunaan lahan dalam tata ruang harus konsisten dengan peta kadastral dan data kependudukan untuk memverifikasi identitas pemilik.

Mandat BPN bukan semata penerbit sertifikat; fungsi strategisnya termasuk mendukung kebijakan agraria-seperti redistribusi tanah atau pengakuan hak masyarakat adat-serta memastikan program nasional (mis. PTSL, redistribusi aset) berjalan secara administratif benar. Oleh karena itu, kapasitas kelembagaan (SDM, teknologi, standar operasional) menjadi kunci.

Kekuatan hukum sertifikat yang diterbitkan BPN-yang memberi kepastian tertulis atas hak-adalah fondasi penting: sertifikat memudahkan akses kredit, memperlancar transaksi tanah, dan mengurangi potensi konflik ketika data tercatat secara rapi. Namun mandat tersebut disertai tanggung jawab: akurasi peta, keterbukaan informasi, dan mekanisme koreksi bila terjadi kesalahan administratif. Dengan landasan hukum dan mandat yang jelas, BPN berfungsi sebagai penopang utama kepastian hukum pertanahan, sekaligus pemegang data otoritatif yang harus dikelola secara profesional dan transparan.

2. Pendaftaran Tanah dan Sertifikasi

Salah satu fungsi inti BPN adalah menyelenggarakan sistem pendaftaran tanah-proses formal yang mengubah kepemilikan atau klaim atas tanah menjadi data hukum yang dapat dibaca publik melalui sertifikat. Proses pendaftaran mencakup pengukuran bidang tanah, registrasi data pemilik, verifikasi dokumen pendukung (akta, bukti waris, kuitansi pembayaran), hingga penerbitan sertifikat yang memuat nama pemilik, luas, batas-batas, dan jenis hak. Sertifikat menjadi alat bukti kuat yang memberikan kepastian lebih dibandingkan kepemilikan yang hanya berdasar bukti non-sertifikat.

Ada dua pendekatan pendaftaran utama: sistem pendaftaran berdasarkan permohonan (ad hoc) dan pendaftaran sistematik (massal). Pendaftaran berdasarkan permohonan dipicu oleh individu yang mengajukan permohonan pendaftaran, sementara pendaftaran sistematik-seperti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di beberapa yurisdiksi-mendorong pendaftaran masif untuk semua bidang tanah di area tertentu. Pendaftaran sistematik sangat efektif menutup gap kepemilikan informal dan meningkatkan kepastian hukum secara luas.

Manfaat sertifikasi meliputi:

  1. Kepastian hukum bagi pemilik-melindungi dari klaim pihak ketiga.
  2. Fasilitas ekonomi-sertifikat sebagai agunan pinjaman.
  3. Mempermudah transaksi karena data riwayat hak tercatat.
  4. Dasar bagi perencanaan tata ruang dan pemungutan pajak properti.

Namun tantangan teknis muncul: verifikasi waris yang kompleks, klaim tumpang tindih adat, serta konflik jika peta lama berbeda dengan kondisi lapangan. Oleh karena itu prosedur verifikasi harus sensitif terhadap bukti tradisional (akta desa, kutipan saksi) di samping dokumen formal.

BPN juga mengatur proses perubahan hak (balik nama, pemecahan atau penggabungan sertifikat), dan melakukan pembaharuan peta bila ada perubahan batas. Mekanisme administrasi ini perlu didukung oleh standar pelayanan dan waktu proses yang jelas, misalnya waktu maksimum untuk menerbitkan sertifikat atau waktu penyelesaian permohonan sengketa administratif.

Untuk menjaga kredibilitas sertifikat, BPN harus menerapkan prinsip transparansi: akses publik terhadap register tanah, kemudahan memperoleh salinan, dan mekanisme koreksi bila terbukti kesalahan teknis. Pendidikan publik tentang manfaat sertifikat dan prosedur pendaftaran juga membantu meningkatkan partisipasi masyarakat. Dengan proses pendaftaran dan sertifikasi yang andal, BPN mewujudkan kepastian hukum yang merupakan prasyarat pembangunan dan stabilitas sosial di tingkat lokal.

3. Pemetaan Kadastral dan Teknologi

Kualitas data pertanahan bergantung besar pada pemetaan kadastral-peta terukur yang menunjukkan batas, luas, dan lokasi bidang tanah secara akurat. BPN bertanggung jawab atas pengukuran, pembaruan peta kadastral, dan integrasi data spasial ke dalam sistem informasi pertanahan. Perkembangan teknologi geomatika-GPS, drone, LiDAR, serta GIS (Geographic Information System)-memberi peluang besar bagi modernisasi kadastral untuk meningkatkan akurasi, mempercepat pengukuran, dan memfasilitasi akses data.

Pemetaan kadastral tradisional seringkali berbasis pengukuran manual dengan alat theodolite dan peta kertas yang rentan eror. Modernisasi mendorong pendekatan digital: pengukuran georeferensi, peta digital, dan pemetaan partisipatif yang melibatkan masyarakat untuk verifikasi batas lapangan. Integrasi data kadastral dengan data administrasi (register pemilik, riwayat transaksi) menghasilkan database pertanahan yang lebih kokoh dan berguna bagi pengambil kebijakan.

Teknologi juga mempercepat program pendaftaran sistematik. Misalnya, penggunaan drone untuk memetakan area luas mempercepat pengukuran ribuan bidang. GIS memudahkan overlay peta tata ruang, zoning, dan infrastruktur publik untuk melihat konflik penggunaan lahan. Selain itu, publik dapat mengakses peta online (web mapping) untuk mendapat informasi dasar: lokasi tematik, status hak, atau rencana tata ruang-dengan catatan bahwa data sensitif harus dilindungi untuk mencegah penyalahgunaan.

Namun adopsi teknologi menuntut investasi: perangkat keras (GNSS base station, drone), perangkat lunak, dan kapasitas SDM (surveyor, GIS analyst). Standarisasi format data (coordinate reference system, metadata) juga krusial agar data dapat saling terintegrasi antar-instansi. Data safeguard perlu ditetapkan-misal membatasi akses data detail yang dapat memicu spekulasi atau konflik.

Selain itu, penggunaan teknologi membuka ruang bagi inovasi pelayanan: layanan pendaftaran online, status permohonan terpantau digital, serta peta interaktif yang memudahkan verifikasi dokumen sebelum pendaftaran. BPN juga bisa memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam verifikasi peta (ground-truthing), mengurangi potensi sengketa batas.

Secara ringkas, modernisasi pemetaan kadastral adalah investasi strategis: meningkatkan akurasi, mempercepat proses administratif, memperkuat bukti kepemilikan, dan menyediakan data spasial untuk perencanaan pembangunan. Keberhasilan implementasi memerlukan komitmen pembiayaan, pengembangan SDM, dan kerjasama lintas sektor untuk membangun infrastruktur data pertanahan yang andal dan tahan lama.

4. Pencatatan Hak, Transaksi, dan Sistem Informasi Pertanahan

Administrasi hak-pencatatan setiap perubahan status bidang tanah-adalah aktivitas rutin BPN yang memastikan transparansi dan rekam jejak legal atas setiap transaksi. Setiap jual-beli, hibah, waris, sitaan, atau pemindahtanganan lain harus terdaftar sehingga register tanah mencerminkan riwayat kepemilikan yang dapat diaudit. Sistem administrasi yang rapih mengurangi risiko sengketa dan mempermudah proses verifikasi saat transaksi berikutnya terjadi.

Sistem Informasi Pertanahan (land information system/LIS) menjadi tulang punggung modernisasi administrasi: mengikat data peta, data pemilik, akta, riwayat transaksi, dan dokumen pendukung lainnya dalam satu basis data terintegrasi. LIS memungkinkan query cepat-misalnya pengecekan status sertifikat, pembatasan hak (mis. hak tanggungan), atau keberadaan sengketa. Untuk publik dan pelaku pasar, akses ke LIS (dengan pembatasan tertentu) meningkatkan transparansi transaksi tanah.

Fungsi pencatatan hak juga berkaitan erat dengan layanan publik lain: bank membutuhkan bukti sertifikat untuk kredit, dinas pajak daerah memerlukan data objek pajak, dan perencana memerlukan data kepemilikan untuk pelepasan lahan. Oleh karena itu, interoperabilitas data antar-instansi-mis. integrasi antara LIS, sistem perpajakan, dan data kependudukan-meningkatkan efisiensi pelayanan dan mencegah inkonsistensi administrasi.

Namun pencatatan yang akurat memerlukan mekanisme verifikasi dokumen yang ketat: validasi identitas pemilik, nota perjanjian, bukti pembayaran, dan pemeriksaan pajak atau tunggakan terkait. BPN harus menjaga keseimbangan antara kemudahan layanan dan kewajiban verifikasi untuk mencegah transaksi fiktif. Penggunaan tanda tangan elektronik, e-notary, dan pengajuan dokumen digital dapat mempercepat proses namun tetap memerlukan prosedur keamanan dan otentikasi.

KM juga perlu menetapkan prosedur untuk koreksi data (rectification) bila terdapat kesalahan administratif atau perubahan batas yang sah. Mekanisme ini harus transparan dan terukur-mis. syarat bukti, waktu penyelesaian, dan kemungkinan pengumuman publik untuk memberi kesempatan pihak terkait melakukan sanggahan.

Penyelenggaraan LIS yang baik juga membuka peluang analitik: identifikasi kawasan dengan tingginya transaksi spekulatif, pemetaan isu legal di zona rawan konflik, dan dukungan perencanaan pembangunan berbasis bukti. Dengan demikian, pencatatan hak secara digital dan profesional bukan hanya soal kepastian untuk satu bidang tanah melainkan fondasi data yang mendukung tata kelola lahan nasional.

5. Perlindungan Hukum, Penyelesaian Sengketa, dan Fasilitasi Mediasi

Tidak semua masalah pertanahan dapat diselesaikan hanya dengan sertifikat; tumpang tindih klaim, bukti waris yang lemah, atau perbedaan interpretasi batas sering berujung pada sengketa. BPN memegang peran penting sebagai fasilitator perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa-baik melalui mekanisme administratif maupun fasilitasi mediasi sebelum kasus dilanjutkan ke ranah peradilan.

Secara administratif, BPN dapat menerapkan moratorium penerbitan sertifikat sementara bila ada dugaan sengketa; melakukan verifikasi lebih mendalam terhadap bukti kepemilikan; dan mengeluarkan catatan peringatan (caution) pada register yang memberi tahu publik tentang potensi klaim. Langkah-langkah ini berguna untuk mencegah transaksi yang berisiko dan melindungi pihak yang dirugikan.

Fasilitasi mediasi adalah instrumen efektif untuk menyelesaikan konflik di tingkat lokal: mediasi melibatkan pihak yang bersengketa, aparat desa/kelurahan, dan mediator yang netral (kadang BPN fasilitator atau melibatkan LSM/pejabat adat). Mediasi cenderung lebih cepat, murah, dan menjaga hubungan sosial dibanding litigasi. BPN perlu membangun kapasitas petugas mediasi dan standar prosedur mediasi agar proses adil dan menghasilkan kesepakatan yang mengikat.

Jika mediasi gagal, jalur hukum menjadi opsi terakhir: pengadilan negeri atau peradilan tata usaha negara (tergantung sengketa). Namun perjalanan hukum panjang; oleh karena itu BPN berperan memberi bukti administrasi yang kuat di pengadilan: peta, sertifikat, riwayat transaksi. Dokumen BPN menjadi sumber rujukan utama hakim, sehingga keakuratan dan transparansi catatan sangat menentukan hasil perkara.

Selain itu, BPN dapat mengembangkan unit litigasi internal yang berkoordinasi dengan kejaksaan/polisi bila ada indikasi tindak pidana pertanahan (pemalsuan dokumen, mafia tanah). Perlindungan hukum juga mencakup perlindungan bagi petugas BPN dalam menjalankan tugas administrasi agar tidak terintimidasi saat membuat keputusan yang menolak permohonan fiktif.

Pencegahan sengketa-melalui klarifikasi peta, sosialisasi kepemilikan, dan partisipasi masyarakat dalam verifikasi awal-adalah strategi jangka panjang yang mengurangi beban penyelesaian. Dengan pendekatan yang menggabungkan mediasi, administrasi yang kokoh, dan kerja sama penegakan hukum, BPN berkontribusi signifikan dalam menegakkan kepastian hukum pertanahan secara adil dan efektif.

6. Peran BPN dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan dan Penetapan Kepentingan Umum

Pembangunan infrastruktur publik-jalan tol, bandara, pelabuhan, bendungan-sering memerlukan pelepasan lahan dari pemilik swasta. Dalam konteks ini, BPN memiliki peran sentral dalam proses pengadaan tanah: verifikasi kepemilikan, penetapan lokasi dan luas terdampak, pengukuran, serta administrasi pembebasan dan pembayaran ganti rugi. Tanggung jawab ini harus dijalankan dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan pemenuhan hak pemilik tanah.

Proses pengadaan idealnya mengikuti langkah berurutan: identifikasi lahan terdampak, pemetaan, pemberitahuan kepada pemilik, penilaian nilai ganti rugi (based on market value or regulated formula), negosiasi dan pembayaran, serta pemindahan hak secara tertib. BPN berperan pada sebagian besar langkah teknis dan administratif: memastikan daftar penerima ganti rugi, menghitung luas dan batas bidang, dan mengurus perubahan register pasca-pembayaran.

Penetapan kepentingan umum (eminent domain) merupakan isu sensitif: negara boleh mengambil paksa lahan untuk kepentingan umum dengan syarat memenuhi prosedur hukum dan memberikan kompensasi yang adil. Peran BPN adalah memberikan dasar administratif dan peta legal yang mendukung proses ini serta menjamin bahwa kompensasi tercatat dan pemilik menerima haknya. Keterbukaan proses-publikasi rencana, penilaian terbuka, dan akses jalan banding-memitigasi konflik sosial.

Kendala praktis yang sering muncul: penilaian ganti rugi yang dianggap tidak adil, klaim pihak ketiga yang belum tercatat, atau perbedaan persepsi tentang luas tanah. BPN mesti bekerja sama dengan tim penilai independen, dinas terkait, dan perwakilan masyarakat untuk menyusun kriteria penilaian yang jelas. Dokumentasi penuh dan bukti pembayaran harus menjadi bagian dari praktik standar untuk mencegah klaim di masa depan.

Selain itu, BPN dapat memfasilitasi program relokasi yang layak jika pengadaan menyasar permukiman-seperti memberikan pilihan tanah pengganti, bantuan relokasi, atau program pembinaan ekonomi pasca-relokasi. Pendekatan sensitif sosial ini mengurangi risiko penolakan dan konflik berkepanjangan.

Singkatnya, pengadaan tanah untuk pembangunan menuntut keseimbangan antara kepentingan publik dan hak pemilik. BPN sebagai otoritas administrasi pertanahan memainkan peran krusial dalam memastikan proses berjalan legal, transparan, dan memberikan kompensasi yang adil-syarat utama untuk mewujudkan pembangunan yang legitim dan berkelanjutan.

7. Pengawasan, Pencegahan Mafia Tanah, dan Penegakan Etika

Fenomena praktik ilegal seperti pemalsuan sertifikat, manipulasi peta, kolusi antara oknum aparatur dan oknum swasta-yang sering disebut “mafia tanah”-mengancam kepastian hukum dan menggerus kepercayaan publik. Peran BPN dalam pengawasan internal dan pencegahan praktik semacam ini menjadi sangat penting. Pengawasan efektif menggabungkan kontrol internal, teknologi anti-fraud, dan kerja sama penegakan hukum.

Langkah pengawasan meliputi:

  1. Penerapan segregasi tugas dalam proses administrasi untuk mencegah single point of failure.
  2. Catatan audit trail digital untuk semua perubahan register sehingga setiap modifikasi dapat ditelusuri ke pejabat pelaksana.
  3. Rotasi pegawai di unit sensitif guna mencegah pembentukan jaringan koruptif.
  4. Pemeriksaan back-office periodik serta audit internal dan eksternal.
  5. Penggunaan teknologi verifikasi dokumen untuk mendeteksi pemalsuan (mis. watermark, QR code pada sertifikat, blockchain sebagai ledger tak terubah).

Transparansi publik juga menjadi alat pencegahan: membuka akses ke informasi dasar status tanah membuat pihak ketiga mudah memeriksa dan melaporkan kejanggalan. Mekanisme whistleblowing yang aman dan berfungsi-dengan perlindungan pelapor-mendorong pelibatan masyarakat dalam deteksi dini praktik ilegal.

Saat indikasi mafia tanah ditemukan, BPN harus cepat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan) untuk penyelidikan pidana. Penindakan tegas terhadap pelaku-baik internal maupun eksternal-memberi efek jera. Selain itu, pembenahan prosedur dan sanksi administratif bagi oknum yang melanggar standar profesional menguatkan integritas institusi.

Upaya pencegahan juga harus mencakup edukasi publik: sosialisasi tentang bahaya transaksi tanpa verifikasi, prosedur aman membeli tanah, dan peran BPN. Penyuluhan ke masyarakat kecil dan agen properti membantu menurunkan permintaan jasa ilegal.

Terakhir, budaya etika di internal BPN perlu diperkuat melalui kode etik, mekanisme pelaporan, dan reward/punishment system. Kepemimpinan yang tegas terhadap integritas dan komitmen terhadap reformasi birokrasi mempercepat perubahan. Kombinasi teknologi, tata kelola internal yang sehat, transparansi, serta kerja sama dengan penegak hukum adalah formula efektif untuk mencegah dan menindak mafia tanah, sehingga kepastian hukum pertanahan dapat dipulihkan dan dilindungi.

8. Tantangan, Reformasi yang Diperlukan dan Rekomendasi Kebijakan

Peran BPN sangat strategis, tetapi implementasinya menghadapi berbagai tantangan: keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran, data yang terfragmentasi, resistensi terhadap digitalisasi, konflik peran dengan pemerintah daerah, serta kompleksitas klaim adat dan hak tradisional. Mengatasi tantangan ini memerlukan reformasi struktural, investasi teknologi, dan kebijakan yang berpihak pada keadilan serta efisiensi.

Tantangan utama meliputi:

  1. Backlog pendaftaran di banyak wilayah-sebagian besar bidang tanah belum bersertifikat.
  2. Kualitas peta lama yang inkonsisten.
  3. Kapasitas SDM teknis dan hukum yang belum merata.
  4. Celah hukum untuk klaim adat yang belum diakomodasi sepenuhnya.
  5. Risiko korupsi atau praktik tidak etis di beberapa unit.

Reformasi yang disarankan:

  1. Percepatan pendaftaran sistematik: alokasikan program pendaftaran terfokus ke wilayah prioritas-area pembangunan infrastruktur, zona rawan konflik, dan kawasan perdesaan padat-dengan dukungan anggaran terprogram.
  2. Investasi infrastruktur data: bangun LIS nasional terintegrasi dengan standar metadata, ketersediaan API untuk interoperabilitas, dan backup/security kuat.
  3. Modernisasi kadastral: adopsi teknologi GNSS, drone, dan GIS, disertai pedoman teknis nasional agar data konsisten lintas daerah.
  4. Peningkatan kapasitas SDM: program sertifikasi surveyor, training mediasi sengketa, serta peningkatan kemampuan penilai tanah.
  5. Penguatan kerangka hukum untuk hak adat: kajian regulasi yang mengakomodir bukti tradisional dan mekanisme pengakuan yang adil.
  6. Transparansi dan partisipasi publik: publikasi data dasar, mekanisme feedback warga, dan integrasi audit sosial.
  7. Penguatan penegakan: koordinasi lintas-institusi untuk menindak mafia tanah dan pelaku pemalsuan dokumen.

Rekomendasi praktis:

  • Implementasikan pilot digitalisasi proses layanan di beberapa kantor kabupaten/kota sebagai model scale-up.
  • Kembangkan katalog harga dan standar teknis untuk memudahkan penilaian ganti rugi pada pengadaan tanah.
  • Dorong kolaborasi kampus/peneliti untuk audit peta historis dan menyediakan analitik risiko sengketa.
  • Perluas program PTSL atau program sertifikasi massal yang disubsidi bagi kelompok rentan.
  • Ciptakan mekanisme dana cadangan untuk menyelesaikan klaim yang valid akibat kesalahan administrasi di masa lalu.

Reformasi ini menuntut komitmen politik, alokasi anggaran, dan koordinasi lintas sektor. Namun manfaatnya besar: kepastian hukum yang kuat memperkuat akses terhadap kredit, mendorong investasi, mengurangi konflik, dan memastikan pembangunan berkelanjutan. BPN, sebagai garda depan administrasi pertanahan, perlu didukung transformasi untuk melaksanakan mandatnya secara efektif dan berkeadilan.

Kesimpulan

Kepastian hukum pertanahan adalah fondasi penting bagi stabilitas sosial, investasi, dan pembangunan berkelanjutan. BPN memegang peranan strategis dalam menciptakan kepastian tersebut melalui pendaftaran dan sertifikasi tanah, pemetaan kadastral yang akurat, pencatatan administrasi yang transparan, fasilitasi penyelesaian sengketa, peran dalam pengadaan tanah publik, serta pengawasan untuk mencegah praktik ilegal. Modernisasi teknologi dan integrasi data membuka peluang besar untuk mempercepat layanan dan meningkatkan keandalan informasi pertanahan.

Di sisi lain, tantangan substantif-backlog pendaftaran, kualitas peta, kapasitas SDM, klaim adat, dan ancaman mafia tanah-memerlukan reformasi menyeluruh: percepatan pendaftaran sistematik, investasi LIS dan teknologi pemetaan, peningkatan kemampuan personel, serta penguatan transparansi dan penegakan hukum. Pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat, lembaga adat, dunia usaha, dan akademisi memperkaya legitimasi keputusan dan mempercepat penyelesaian sengketa.

Dengan kebijakan yang berpihak kepada keterbukaan, profesionalisme, dan keadilan, peran BPN tidak hanya administratif tetapi juga strategis untuk mewujudkan tata kelola lahan yang baik-mendorong akses ekonomi, melindungi hak-hak masyarakat, dan memfasilitasi pembangunan yang inklusif serta berkelanjutan. Implementasi reformasi tersebut memerlukan komitmen jangka panjang dan kolaborasi multisektoral agar kepastian hukum pertanahan menjadi kenyataan yang dirasakan semua pihak.

Loading