Arsip digital seharusnya menjadi solusi modern bagi pemerintah untuk menyimpan dokumen secara lebih rapi, aman, dan mudah diakses. Namun dalam praktiknya, banyak instansi justru menghadapi masalah baru: file penting tersebar di laptop pegawai, di flashdisk pribadi, atau bahkan di perangkat yang sudah tidak digunakan. Kondisi ini menimbulkan risiko besar, mulai dari kehilangan dokumen, kesulitan saat audit, hingga gangguan dalam keberlanjutan pengetahuan organisasi. Fenomena ini terjadi di hampir semua level pemerintahan dan menjadi tantangan serius dalam upaya digitalisasi kearsipan.
Laptop Pegawai Menjadi Tempat Arsip Tidak Resmi
Di banyak instansi, laptop pegawai secara tidak sengaja berubah menjadi tempat penyimpanan dokumen utama. Setiap pegawai menyimpan file untuk kebutuhan kerja sehari-hari, tetapi tidak ada mekanisme yang mengharuskan mereka mengunggah dokumen itu ke sistem resmi. Situasi ini muncul karena beberapa alasan: tidak adanya sistem penyimpanan terpusat, minimnya pemahaman mengenai pentingnya arsip, serta kebiasaan bekerja yang masih mengutamakan kepraktisan pribadi daripada kebutuhan organisasi.
Lokasi penyimpanan file menjadi sangat bergantung pada inisiatif individu. Karena tidak ada standar, hasilnya pun beragam. Ada pegawai yang menyimpan file di laptop, sebagian di flashdisk, sebagian lagi di cloud pribadi. Ketika individu menjadi pusat penyimpanan dokumen, risiko kehilangan atau kerusakan menjadi sangat tinggi. Pada akhirnya, institusi tidak memiliki kendali yang jelas atas dokumen yang seharusnya menjadi miliknya.
Ketiadaan Sistem Arsip Digital Terpusat
Masalah utama yang membuat file tercerai-berai adalah tidak adanya sistem arsip yang terpusat dan mudah digunakan. Banyak instansi pemerintah belum memiliki aplikasi manajemen dokumen yang standar, belum menyediakan server khusus, atau belum menggunakan platform cloud resmi pemerintah. Tanpa sistem yang jelas, pegawai mencari solusi masing-masing, dan itulah awal dari kekacauan penyimpanan dokumen.
Ketiadaan sistem juga menyebabkan banyak dokumen dibagikan melalui aplikasi pesan instan atau email tanpa ada proses pengarsipan lanjutan. Dokumen berhenti pada tempat pertama mereka dikirimkan, biasanya laptop penerima. Keadaan ini menciptakan duplikasi file yang tidak terkendali dan menyulitkan siapa pun yang perlu mencari dokumen tertentu di kemudian hari.
Budaya Kerja yang Kurang Peduli Kearsipan
Bahkan ketika tersedia sistem penyimpanan dokumen, masalah tidak serta-merta hilang jika budaya kerja pegawai belum sadar terhadap pentingnya arsip. Banyak pegawai hanya fokus menyelesaikan pekerjaan, tetapi tidak merasa bertanggung jawab menyimpan dokumen tersebut secara benar. Dokumen dianggap hanya pelengkap pekerjaan, bukan aset negara yang harus dikelola.
Kebiasaan seperti menyimpan dokumen hanya di laptop pribadi, berbagi file lewat WhatsApp tanpa mengunggahnya ke sistem resmi, atau tidak menyerahkan dokumen ketika pindah unit sering terjadi. Ketidaktahuan mengenai dokumen mana yang wajib disimpan dan berapa lama harus dijaga juga membuat banyak file hilang begitu saja. Tanpa budaya sadar arsip, teknologi secanggih apa pun tidak akan berjalan efektif.
Minimnya SDM Ahli Kearsipan
Tidak semua instansi memiliki arsiparis atau petugas kearsipan yang kompeten. Banyak unit kerja hanya memiliki satu orang pengelola arsip, atau bahkan tidak memiliki personel khusus sama sekali. Akibatnya, tidak ada pihak yang benar-benar memastikan dokumen dikumpulkan, disimpan, dan dicadangkan secara teratur.
Pegawai akhirnya mengatur dokumen masing-masing sesuai kebiasaan pribadi. Tidak ada yang memastikan bahwa penamaan file konsisten, dokumen sensitif dilindungi, struktur folder seragam, atau duplikasi file dikendalikan. Ketiadaan pengawasan ini membuat sistem kearsipan digital berjalan tanpa arah.
Risiko Penyimpanan di Perangkat Pribadi
Banyak pegawai menggunakan laptop pribadi untuk bekerja karena kurangnya perangkat dinas. Ketika pekerjaan dilakukan di perangkat pribadi, dokumen pun otomatis tersimpan di sana. Masalah ini semakin rumit karena laptop pribadi tidak dilengkapi keamanan standar seperti enkripsi, antivirus resmi, atau sistem backup.
Jika perangkat hilang, rusak, atau diretas, dokumen pemerintah ikut hilang atau bocor. Bahkan ketika pegawai berhenti bekerja, file yang tersimpan di laptop pribadinya bisa hilang tanpa sempat diserahkan. Ini menciptakan risiko serius bagi akuntabilitas lembaga.
Tidak Adanya Kebijakan Backup yang Jelas
Backup adalah prinsip dasar dalam pengelolaan arsip digital, namun banyak instansi tidak memiliki kebijakan backup yang baku. Pegawai dibiarkan membuat backup sesuai cara masing-masing, sehingga hasilnya tidak konsisten. Ada yang mencadangkan file di harddisk pribadi, ada yang memakai cloud pribadi, dan banyak juga yang tidak pernah melakukan backup sama sekali.
Akibatnya, sekali laptop mengalami kerusakan, seluruh dokumen penting bisa lenyap. Ketiadaan backup terpusat adalah salah satu alasan terbesar mengapa banyak instansi kehilangan dokumen digital.
Dampak Serius dari Arsip Digital yang Tersebar
Kondisi di mana dokumen tersimpan di banyak laptop menimbulkan banyak dampak yang merugikan pemerintah. Salah satu dampak yang paling sering terjadi adalah hilangnya dokumen penting. Ketika pegawai pindah atau laptop rusak, file yang belum diserahkan ke instansi akan ikut hilang. Padahal banyak dokumen yang dibutuhkan sebagai bukti audit atau bagian dari proses perencanaan dan evaluasi.
Selain itu, dokumen yang tersebar membuat proses audit menjadi sangat sulit. Auditor sering tidak dapat menemukan dokumen pendukung kegiatan karena disimpan pada perangkat yang tidak dapat mereka akses. Risiko lainnya adalah kebocoran informasi sensitif, terutama jika dokumen tersimpan di perangkat pribadi dengan keamanan rendah. Dalam jangka panjang, hilangnya dokumen berarti hilangnya pengetahuan institusional yang dibutuhkan untuk keberlanjutan program.
Tantangan Mengumpulkan Arsip yang Sudah Tersebar
Mengumpulkan kembali arsip yang sudah telanjur tersebar di banyak laptop bukan hal yang mudah. Pegawai sering memiliki versi dokumen yang berbeda-beda, penamaan file yang tidak konsisten, dan struktur folder yang kacau. Selain itu, banyak dokumen bercampur dengan file pribadi sehingga proses pemisahan menjadi sangat memakan waktu.
Kesulitan lain adalah banyaknya duplikasi file dengan versi yang tidak jelas mana yang terbaru. Mengambil kembali arsip dari perangkat yang rusak atau dari pegawai yang sudah tidak bekerja juga menjadi tantangan tersendiri. Situasi ini sering membuat instansi harus menghabiskan waktu berbulan-bulan hanya untuk menata ulang dokumen.
Solusi untuk Mengakhiri Arsip Digital yang Berceceran
Meskipun masalah ini terlihat besar, solusi tetap ada dan bisa diterapkan secara bertahap. Salah satu solusi paling penting adalah menyediakan sistem arsip digital terpusat. Pemerintah perlu membangun server dokumen internal atau menggunakan platform cloud resmi. Sistem ini harus menjadi satu-satunya tempat penyimpanan dokumen yang sah.
Instansi juga perlu membuat kebijakan kearsipan yang jelas, termasuk aturan penamaan file, kewajiban unggah dokumen, serta struktur folder yang standar. Pelatihan berkala mengenai kearsipan digital juga penting agar pegawai memahami peran dokumen dalam akuntabilitas kinerja. Selain itu, peran arsiparis perlu diperkuat, baik dalam jumlah maupun kompetensi.
Untuk mengurangi risiko kebocoran, penggunaan perangkat pribadi untuk pekerjaan penting perlu dibatasi. Pegawai harus menggunakan perangkat dinas agar arsip tetap berada dalam lingkungan kerja resmi. Sistem backup otomatis juga harus diterapkan agar dokumen selalu aman meski terjadi kerusakan perangkat.
Menuju Tata Kelola Arsip Digital yang Lebih Baik
Arsip digital yang berceceran di banyak laptop bukan sekadar masalah teknis, tetapi cerminan kurangnya tata kelola informasi di instansi pemerintah. Namun masalah ini bisa diperbaiki jika pemerintah berani memperkuat sistem, meningkatkan kapasitas SDM, dan membangun budaya kerja yang sadar arsip.
Arsip digital adalah memori organisasi dan bukti akuntabilitas. Ketika arsip dijaga dengan baik, pemerintah dapat bekerja dengan lebih efisien, transparan, dan profesional. Oleh karena itu, menata arsip digital adalah langkah penting menuju pemerintahan yang modern dan terpercaya.
![]()





