Arsip di lingkungan pemerintah memegang peran yang sangat penting. Setiap kegiatan, keputusan, kebijakan, proyek, pengeluaran, hingga surat-menyurat adalah bagian dari dokumentasi yang harus dikelola dengan baik. Namun, kenyataannya masih banyak instansi pemerintah yang berhadapan dengan masalah hilangnya arsip, baik arsip fisik maupun arsip digital. Fenomena ini sering terjadi hampir di semua level pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Banyak pegawai mengeluhkan sulitnya mencari dokumen lama, lamanya proses penelusuran arsip, hingga kondisi berkas yang rusak, tercecer, atau bahkan tidak ditemukan sama sekali. Artikel ini mencoba menjelaskan secara sederhana berbagai penyebab mengapa arsip pemerintah sering hilang, dengan pendekatan yang mudah dipahami dan dekat dengan realita yang terjadi di kantor-kantor pemerintahan.
Budaya Kearsipan yang Belum Tertanam
Salah satu akar persoalan hilangnya arsip adalah budaya kerja yang belum sepenuhnya menempatkan arsip sebagai bagian penting dari pekerjaan sehari-hari. Banyak pegawai masih menganggap pengarsipan sebagai pekerjaan sampingan, bukan kewajiban utama yang harus ditempatkan pada prosedur yang jelas. Ketika sebuah dokumen selesai digunakan, sering kali ia dibiarkan begitu saja di meja, diselipkan di antara tumpukan berkas lain, atau bahkan dibawa pulang sementara untuk dikerjakan di rumah. Hal-hal seperti ini memicu kemungkinan hilangnya dokumen.
Selain itu, budaya dokumentasi masih lemah. Banyak kegiatan dilakukan tanpa memastikan dokumen pendukung lengkap. Pada saat audit, dokumen penunjang tidak ditemukan karena sejak awal tidak dikumpulkan atau tidak disimpan pada tempat semestinya. Kebiasaan seperti ini membutuhkan perhatian khusus dan perubahan perilaku agar kearsipan bisa menjadi bagian alami dari rutinitas pegawai.
Penataan Arsip yang Tidak Konsisten
Di banyak kantor pemerintah, arsip sudah memiliki peraturan dan standar pengelolaan. Namun dalam praktiknya, standar tersebut jarang dipatuhi secara konsisten. Penataan arsip sering tergantung pada gaya kerja pegawai masing-masing. Ketika pegawai A yang mengelola arsip, sistemnya dinamis dan rapi. Namun ketika pegawai tersebut dimutasi atau pensiun, pegawai baru memiliki cara kerja berbeda, sehingga struktur arsip berubah. Perubahan ini sering menciptakan kekacauan karena tidak ada sistem yang terdokumentasi dan dilaksanakan bersama.
Inkonsistensi juga terjadi karena tidak adanya satu format penamaan dokumen yang baku. Misalnya, satu bagian menamai dokumen “Surat Masuk Januari 2024”, bagian lain menulis “SM-01-2024”, dan yang lain hanya “Surat 1”. Format berbeda ini menyulitkan pencarian di kemudian hari. Ketika penamaan tidak konsisten, arsip–baik fisik maupun digital–akan lebih mudah hilang atau terselip.
Keterbatasan SDM Ahli Kearsipan
Fakta yang sering terjadi di pemerintahan adalah kurangnya tenaga arsiparis yang benar-benar memahami prinsip kearsipan. Banyak instansi belum memiliki arsiparis tersertifikasi atau tenaga khusus yang fokus pada pengelolaan arsip. Tugas pengarsipan sering dibebankan kepada staf umum yang juga menangani pekerjaan lain. Akibatnya, pengelolaan arsip tidak menjadi prioritas harian.
Selain itu, pelatihan kearsipan untuk ASN masih terbatas. Banyak pegawai tidak memahami konsep fundamental seperti klasifikasi arsip, kode arsip, retensi arsip, dan prosedur pemusnahan arsip. Kekurangan pengetahuan ini membuat pegawai sering melakukan kesalahan sederhana, seperti menempatkan dokumen pada folder yang salah atau tidak memberi label yang memadai. Seiring waktu, akumulasi kesalahan kecil ini membuat arsip menjadi kacau dan sulit ditemukan.
Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai
Masalah hilangnya arsip juga dipengaruhi kondisi sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Banyak kantor yang tidak memiliki ruang arsip yang layak. Arsip disimpan di tempat yang lembap, berdebu, atau bercampur dengan barang-barang lain. Lemari arsip sering penuh, rak tidak cukup, dan folder tidak sesuai standar. Ini membuat dokumen mudah rusak, sobek, atau tertumpuk sehingga sulit ditemukan saat dibutuhkan.
Ketika arsip sudah digital pun, sarana masih kerap menjadi kendala. Server dengan kapasitas kecil, komputer lama, jaringan yang lambat, atau sistem informasi arsip yang tidak stabil menjadi penyebab lain mengapa arsip digital mudah hilang. Ada banyak kasus file hilang karena komputer terkena virus, laptop pegawai rusak, atau penyimpanan tidak pernah dibackup secara rutin.
Kurangnya SOP dan Pengawasan
Hilangnya arsip sering terjadi karena SOP kearsipan tidak dibuat atau tidak dijalankan. Banyak instansi tidak memiliki prosedur dokumentasi yang jelas, seperti alur surat masuk dan keluar, alur penyimpanan dokumen aktivitas, hingga prosedur retensi dan pemusnahan. Ketika SOP tidak ada, setiap pegawai bekerja dengan caranya sendiri dan menyebabkan arsip tidak terintegrasi.
Kalaupun SOP ada, sering kali tidak diawasi. Pegawai baru tidak diberi pelatihan tentang pengarsipan, dan tidak ada mekanisme kontrol untuk memastikan dokumen benar-benar masuk ke ruang arsip. Akibatnya, dokumen hanya berpindah antar meja tanpa pernah masuk ke tempat penyimpanan formal.
Pengawasan juga kurang karena bagian pengelola arsip tidak memiliki wewenang kuat. Banyak dokumen hanya disimpan oleh pejabat tertentu tanpa diserahkan kembali ke arsip. Ketika pejabat tersebut pindah tugas, dokumen pun ikut hilang atau tidak diserahkan ke petugas arsip.
Arsip Fisik yang Mudah Rusak
Banyak arsip fisik hilang karena kerusakan alami. Dokumen yang disimpan bertahun-tahun akan mengalami penurunan kualitas jika tidak dijaga dengan benar. Kertas menguning, tulisan pudar, map sobek, hingga jamur yang tumbuh akibat kelembapan tinggi. Jika ruangan tidak memiliki ventilasi yang baik, arsip bisa membusuk atau hancur. Hal ini membuat proses penelusuran dokumen menjadi sangat sulit.
Selain itu, bencana alam seperti banjir atau kebakaran sering merusak arsip di kantor pemerintahan. Banyak ruang arsip berada di lantai dasar bangunan, sehingga ketika terjadi banjir, semua arsip fisik terendam air dan tidak bisa diselamatkan. Situasi seperti ini memperlihatkan perlunya sistem pengelolaan risiko dalam penyimpanan arsip.
Arsip Digital yang Tidak Dikelola Baik
Peralihan menuju sistem digital sebenarnya bertujuan menyederhanakan pengelolaan arsip, namun kenyataannya masih banyak kantor pemerintah yang belum siap. Arsip digital sering hilang karena disimpan secara tidak terstruktur. Setiap pegawai menyimpan berkas di komputer masing-masing tanpa folder bersama. Ketika pegawai tersebut pensiun atau pindah tugas, file-file penting ikut hilang.
Selain itu, banyak instansi tidak memiliki kebijakan backup harian atau bulanan. Akibatnya, ketika server rusak, seluruh dokumen yang tersimpan hilang tanpa cadangan. Ada pula masalah file yang rusak (corrupt) karena perangkat tidak stabil atau tidak kompatibel dengan software terbaru.
Masalah lainnya adalah tidak adanya metadata. Arsip digital tanpa metadata sulit dilacak, meskipun sebenarnya berada di dalam sistem. Metadata adalah informasi tambahan seperti tanggal, jenis dokumen, penanggung jawab, dan kata kunci. Tanpa metadata, pencarian dokumen membutuhkan waktu lama dan meningkatkan risiko kesalahan pengambilan.
Rotasi Pegawai yang Tidak Terkoordinasi
Rotasi pegawai adalah hal yang umum di pemerintahan, namun sering menjadi penyebab hilangnya arsip. Pegawai yang bertugas mengelola arsip kadang dipindahkan sebelum sempat menyerahkan dokumen penting ke pegawai baru. Serah terima dokumen tidak dilakukan secara resmi, sehingga banyak arsip tertinggal atau tidak diketahui keberadaannya. Pegawai baru pun kesulitan mencari arsip lama karena tidak mendapatkan informasi lengkap.
Rotasi juga membuat dokumentasi terputus. Sistem yang dibangun pegawai sebelumnya tidak dilanjutkan karena pegawai baru memiliki cara kerja berbeda. Akibatnya, arsip yang tadinya rapi bisa menjadi kacau dalam waktu singkat. Tanpa dokumentasi sistem yang baik, hilangnya arsip menjadi sesuatu yang sulit dihindari.
Arsip Tersebar di Banyak Media
Hilangnya arsip sering terjadi karena data tersimpan di berbagai tempat. Dokumen bisa tersimpan di flashdisk, di HP pegawai, di laptop pribadi, di Google Drive, di email, atau di map fisik. Ketika tidak ada kebijakan sentralisasi penyimpanan, pencarian dokumen menjadi sangat sulit. Bahkan ketika arsip sebenarnya ada, pegawai tidak mengetahui lokasi penyimpanannya.
Kesalahan umum lainnya adalah pegawai menyimpan dokumen sementara di media eksternal dan lupa mengembalikannya ke sistem utama. Ada pula kasus file penting hilang karena flashdisk hilang atau HP rusak. Penempatan arsip di banyak tempat tanpa kontrol merupakan akar masalah yang jarang disadari.
Tidak Ada Peninjauan dan Pembaruan Arsip
Arsip perlu diperbarui secara berkala untuk memastikan relevansi dan kelengkapan. Namun banyak instansi pemerintah tidak melakukan peninjauan arsip secara rutin. Dokumen lama tidak diberi label terakhir diperiksa atau tidak dipindahkan ke kategori arsip permanen, aktif, atau inaktif. Ketika tidak ada peninjauan berkala, arsip lama makin menumpuk dan bercampur dengan arsip baru.
Selain itu, tidak ada proses audit internal kearsipan yang menilai kualitas penyimpanan dokumen. Ketika audit dilakukan hanya untuk fungsi keuangan atau kepegawaian, aspek kearsipan sering terabaikan. Padahal, audit arsip sangat penting untuk mengetahui potensi kehilangan dan memperbaiki sistem.
Kurangnya Kesadaran tentang Nilai Arsip
Masih banyak pegawai memandang arsip hanya sebagai tumpukan kertas atau file-file di komputer. Padahal arsip memiliki nilai hukum, nilai administrasi, dan nilai sejarah. Ketika pegawai tidak memahami nilai ini, mereka cenderung mengabaikan pengelolaan arsip. Dokumen penting bisa dianggap sepele dan dibiarkan terbengkalai. Kesadaran yang rendah inilah yang membuat arsip mudah hilang atau rusak.
Arsip juga sering tidak diperhatikan karena manfaatnya tidak dirasakan langsung oleh pegawai. Ketika pegawai tidak pernah diminta menyediakan dokumen atau tidak pernah mengalami audit yang ketat, mereka tidak melihat pentingnya menyimpan arsip dengan benar. Kesadaran baru muncul ketika dokumen tersebut benar-benar dibutuhkan, dan saat itu, sering kali dokumennya sudah hilang.
Kesimpulan
Hilangnya arsip pemerintah bukanlah masalah sederhana. Ia merupakan akumulasi dari berbagai persoalan mulai dari budaya kerja, keterbatasan SDM, prasarana yang kurang ideal, hingga lemahnya sistem dan pengawasan. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu membangun budaya kearsipan yang kuat, memperkuat kompetensi pegawai, menyediakan sarana yang layak, memperjelas SOP, dan memanfaatkan teknologi informasi dengan benar.
Arsip adalah memori institusi. Ketika arsip hilang, maka sejarah, tanggung jawab, dan bukti kerja pun ikut hilang. Oleh karena itu, pengelolaan arsip harus menjadi prioritas, bukan sekadar tambahan tugas. Dengan perbaikan yang konsisten, kebiasaan buruk pengarsipan bisa diubah, dan hilangnya dokumen penting dapat diminimalkan. Pemerintah akan semakin efektif, transparan, dan akuntabel ketika arsip dijaga dengan baik sebagai bagian penting dari tata kelola.
![]()





