1. Pendahuluan
Pemungutan pajak daerah merupakan salah satu pilar utama dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Dengan otonomi daerah yang diperkuat setelah era reformasi, pemerintah daerah mendapatkan kewenangan luas untuk menetapkan, memungut, dan mengelola pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak daerah dan retribusi. Pendapatan ini menjadi sumber daya penting untuk mendanai pembangunan infrastruktur lokal, pelayanan publik, serta program pemberdayaan masyarakat. Namun, kompleksitas regulasi, ragam jenis pajak, dan kebutuhan harmonisasi antar lembaga menimbulkan pertanyaan mendasar: siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab atas setiap tahapan pemungutan pajak daerah? Artikel ini membahas secara mendalam kerangka hukum, aktor utama, alur proses, tantangan pelaksanaan, hingga rekomendasi perbaikan sistem.
2. Definisi dan Jenis Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, pajak daerah adalah pungutan daerah atas subjek atau objek pajak yang memiliki potensi ekonomi di wilayahnya. Jenisnya mencakup pajak hotel, restoran, hiburan, penerangan jalan, parkir, reklame, air tanah, mineral bukan logam, bahan galian golongan C, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Masing-masing pajak memiliki objek yang spesifik: misalnya, pajak restoran dipungut atas penyajian makanan dan minuman, sedangkan BPHTB dikenakan pada perolehan hak atas properti. Komplekstitas jenis ini menuntut kejelasan peran di setiap unit kerja: mulai dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang menetapkan regulasi teknis dan target penerimaan, hingga kelurahan/desa yang melakukan pendataan wajib pajak.
3. Kerangka Hukum dan Regulasi
Kerangka hukum pajak daerah dibangun atas dasar Undang-Undang Otonomi Daerah (UU 23/2014) yang mengamanatkan kewenangan fiskal kepada daerah, serta Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 6/1983 jo. UU 16/2009) yang mengatur prosedur umum perpajakan. Di tingkat daerah, dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) mengesahkan peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah (Perkada) terkait tarif, objek, serta tata cara pemungutan. Instansi pusat, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, memberikan pedoman teknis, sementara Dewan Keuangan Daerah (DKD) di masing-masing provinsi berfungsi sebagai forum konsultasi fiskal antara pemerintah daerah dan pusat.
4. Otoritas dan Instansi Terkait
Pemerintah daerah memegang tanggung jawab utama melalui beberapa lembaga: Bapenda sebagai pelaksana teknis pemungutan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk peramalan potensi PAD, dan Inspektorat Daerah yang mengawasi kepatuhan internal. DPRD memiliki wewenang legislasi dan anggaran, termasuk menetapkan target PAD dalam APBD. Pada tingkat administratif terbawah, kelurahan atau desa bertindak sebagai ujung tombak pendataan wajib pajak melalui sistem Siskeudes atau e-Desa. Di sisi lain, Kementerian/Lembaga Pusat seperti DJP Fiskal Daerah memberikan bimbingan teknis dan audit fiskal untuk meningkatkan akuntabilitas penerimaan.
5. Tahap Perencanaan dan Penetapan
Perencanaan pajak daerah dimulai dengan pemetaan potensi pajak oleh Bappeda dan Bapenda, menggunakan data statistik ekonomi, survei lapangan, dan historical analysis realisasi PAD. Hasil perencanaan diintegrasikan ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran Daerah (RKPD) serta RAPBD. DPRD kemudian membahas usulan Perda Pajak Daerah, menentukan tarif dan ketentuan denda keterlambatan. Setelah disahkan, Perkada mengatur teknis penetapan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) sebagai dasar hak pungut. Transparansi pada tahap ini sangat penting untuk mencegah litigasi dan sengketa administrasi.
6. Proses Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan berjalan melalui empat tahap: pemberitahuan, pembayaran, penagihan, dan penetapan ulang. Pada tahap pemberitahuan, Bapenda menerbitkan SKPD/STRD dan menyampaikan pemberitahuan melalui surat resmi, aplikasi e-PAD, atau pengumuman publik. Pembayaran dilakukan oleh wajib pajak di loket pembayaran, ATM, internet banking, atau aplikasi mobile. Jika wajib pajak tidak membayar tepat waktu, Bapenda menerbitkan Surat Penagihan Pajak Daerah (SP2) dan dapat menempuh upaya paksa seperti penyitaan aset berdasarkan Perda. Bila terjadi keberatan, wajib pajak dapat mengajukan keberatan atau banding ke Badan Keberatan Pajak Daerah.
7. Mekanisme Pelaporan dan Rekonsiliasi
Setiap instansi wajib menyampaikan laporan realisasi penerimaan pajak kepada Kepala Daerah dan DPRD secara triwulanan. Bapenda menggunakan sistem e-PAD online untuk merekonsiliasi data pembayaran dari bank persepsi dan sistem pembayaran digital. Audit internal oleh Inspektorat dan audit eksternal oleh BPK Perwakilan Provinsi/Kabupaten memastikan kesesuaian antara buku kas dan laporan realisasi. Proses rekonsiliasi mensyaratkan matching data Siskeudes, e-SPTPD, dan laporan bank untuk mengidentifikasi selisih dan potensi fraud.
8. Pengawasan dan Akuntabilitas
Pengawasan atas pemungutan pajak daerah dilakukan oleh Inspektorat Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui monitoring APIP. Inspektorat melakukan audit kepatuhan dan operasional, sedangkan BPK menilai efektivitas pengelolaan keuangan daerah. KPK turut memberikan pendampingan teknis anti-korupsi. Selain lembaga negara, masyarakat sipil melalui LSM dan media memiliki peran penting dalam audit sosial serta pengaduan pelanggaran pungutan liar.
9. Pemanfaatan Teknologi dalam Pemungutan Pajak Daerah
Digitalisasi menjadi kunci efisiensi pemungutan: aplikasi e-SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Terdaftar Daerah), e-PAD, serta integrasi One Data Indonesia memudahkan wajib pajak melaporkan dan membayar secara online. Sistem e-Verification memantau aliran dana real-time, sementara data analytics membantu Bapenda mengidentifikasi wajib pajak berisiko rendah bayar. Chatbot layanan pajak dan portal self-service meningkatkan kepuasan pengguna.
10. Peran Aktif Masyarakat dan Industri
Masyarakat berperan sebagai pengawas melalui kewajiban membayar pajak dan menyampaikan masukan atas kebijakan tarif. Keterlibatan industri, khususnya asosiasi pengusaha, dapat membantu sosialisasi dan edukasi pajak, mendorong compliance. Program Tax Amnesty Daerah dan insentif pengurangan sanksi denda dapat meningkatkan kepatuhan. Kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam riset potensi pajak juga memperkuat basis data.
11. Studi Kasus: Sukses Pemungutan di Kota A
Kota A meraih peningkatan PAD sebesar 25% dalam tiga tahun berkat inovasi e-PAD dan program integrasi data BPS-Dukcapil. Melalui One Stop Tax Service (OSTS), wajib pajak mendapatkan pelayanan terintegrasi dari pendaftaran hingga pembayaran. Kolaborasi lintas OPD dan pelatihan petugas lapangan menghasilkan peningkatan tingkat compliance hingga 90%.
12. Tantangan dan Hambatan
Beberapa daerah masih menghadapi kendala: infrastruktur jaringan terbatas, rendahnya literasi digital wajib pajak, resistensi birokrasi, serta regulasi Perda yang kompleks dan tumpang tindih. Tekanan politik lokal kadang mengorbankan target PAD demi agenda populis. Kurangnya koordinasi antar instansi dan pergantian pejabat yang sering memutus kesinambungan program juga menjadi penghambat serius.
13. Rekomendasi Kebijakan
Untuk memperkuat pemungutan pajak daerah, direkomendasikan: harmonisasi Perda dan PKD, digitalisasi end-to-end dengan budget yang memadai, peningkatan capacity building Bapenda, insentif untuk wajib pajak patuh, serta pembentukan forum koordinasi fiskal lintas daerah. Regulasi harus disederhanakan dan menggunakan prinsip one map policy untuk data potensi pajak yang akurat.
14. Kesimpulan
Pemungutan pajak daerah adalah tanggung jawab bersama: pemerintah daerah sebagai pemrakarsa dan pelaksana, DPRD sebagai legislator dan penganggaran, lembaga pengawas sebagai penjamin akuntabilitas, serta masyarakat sebagai wajib pajak dan pengawas sosial. Sinergi antarlembaga, didukung teknologi, regulasi adaptif, dan partisipasi aktif masyarakat, menjadi kunci sukses meningkatkan PAD guna mendukung pembangunan daerah yang berkelanjutan.